Minggu, 29 Maret 2009

TUYUL

Tuyul

Rasanya perjalanan ke Malang kali ini akan terasa panjang. Berangkat bertiga aku, suami dan kakak. Sebelumnya sudah terbayang akan bergantian menempuh 9 – 10 jam perjalanan dalam kondisi yang sebenarnya kurang fit, tertimbun kerjaan lemburrrr. Alhamdulillah ..... ada bantuan sopir eh maksudku kakak yang ikut bergabung. Tadinya kakak akan langsung ke Malang dengan KA dari Jakarta. Selama perjalanan lebih banyak membahas masalah ibu kita satu-satunya, hal-hal lucu dan yang memprihatinkan .......
Ketika memasuki wilayah Jawa Timur, kakak nyeletuh ”di sini banyak tuyul di jalan”
“Ah masa....” kataku juga suami, emang kelihatan? Bagaimana rupanya? Laki apa perempuan? Anak-anak? Seperti apa? Langsung pertanyaan beruntun ......
” ya .... kelihatan, umumnya anak-anak, berjalan 2 orang, hitam gundul”
”selalu dua orang?” selaku
”ya selalu, tetapi ada yang sendiri kadang-kadang” sahut kakak
”pakai kancut gitu kayak di sinetron?” tanya suamiku
” ya ga kelihatan cuma hitam aja” jawab kakak
Di sela-sela percakapan melewati kelokan sekali-sekali kakak menyebut .....
” tuh tuyul .......... . Dalam hati, aku baru tahu kalau kakak punya indera keenam sehingga bisa melihat makhluk gaib alam lain ...........Dan setiap kali kakak menyebut ”tuh tuyul lewat”, aku menyadari tak punya kelebihan indera keenam jadi ya penasaran tapi acuh.
”Apa kelihatan juga di siang hari?” sergah suamiku.
”ya kelihatan jelas” sahut kakakku, ya nanti kalao ada lagi kita berenti ................
Ketika pulang dari Malang, sampai di Salatiga kakak memenepi lalu mengundurkan kendaraan tepat disebelah rambu jalan, sambil berkata ”tuh tuyul” dan menunjuk ke arah rambu yang dimaksud ..............ya kena deh ........ternyata yang disebut tuyul adalah rambu jalan dua orang anak sedang berjalan, yang memberi peringatan untuk hati-hati bagi pengendara karena banyak anak-anak menyeberang.
Kena deh!!!!

Selasa, 24 Maret 2009

Karismamu

Karismamu …

sorot diatas senyum tipismu
itu pertanda kemenangannu
walau tanpa pertandingan
tanpa debat
tanpa pertaruhan

siluet wajahmu
gambaran kokoh siapa dirimu
sebagian kolegamu
mengenalmu itu dirimu
karismamu

dengus itu
tanda cemburu cemooh mu
kesal gundah dan marahmu
semua disekitarmu tahu itu

ketika sorot terselimuti awan
ketika siluet itu senyata mentari
ketika dengus itu terbang bersama angin
itu tetap kamu
aku rindu itu
kemana harus kucari
karismamu

to: my silvi